Burnout merupakan kondisi kelelahan secara emosional, fisik, mental, atau kombinasi semuanya karena stres yang tidak dikelola dalam jangka Panjang. Sementara stres adalah respon tubuh terhadap situasi yang menekan (Robinson & Drevitch, 2020). Biasanya berlangsung hanya pada beberapa situasi dan dapat terkelola. Istilah burnout pertama kali dicetuskan tahun 1970 oleh Herbert Freudenberger untuk para tenaga medis atas konsekuensi mereka dalam berkorban merawat orang lain (IQWiG, 2006). Saat ini burnout dapat terjadi kepada siapa saja, kapan saja, tetapi paling umum dialami oleh orang yang bekerja. Meski begitu, burnout juga bisa muncul dalam aspek kehidupan yang lain seperti berubahnya peran, pengasuhan atau perpindahan lingkungan baru.
Awalnya burnout terjadi karena kondisi stres yang tak tertangani dengan baik. Respon stres muncul karena sistem neuroendokrin tubuh manusia yang menangkap sinyal bahaya sehingga memproduksi hormon kortisol. Hormon kortisol ini masuk ke dalam aliran darah kemudian yang menyebabkan keluhan-keluhan fisik seperti asam lambung, meningkatnya tekanan darah dan keluhan lainnya. Jika kondisi stres tersebut terus menerus berlangsung, dapat berdampak pada masalah kesehatan, kondisi psikologis yang tidak berdaya seperti perasaan hampa, apatis, hingga mempengaruhi profesionalisme pekerjaan (Savagioni, et al., 2017). Sementara itu faktor lingkungan kerja yang berkontribusi pada burnout dapat terjadu karena peran yang kurang jelas, kurangnya komunikasi dan dukungan dari pihak manajemen, beban kerja yang tidak terkelola dengan baik, dan alokasi waktu kerja yang kurang sesuai.
Burnout dapat dicegah dengan melakukan perawatan diri atau disebut self-care. Komponen penting dari merawat kesehatan diri adalah dengan melakukan manajemen diri, self-help, dan pemulihan. Manajemen diri tidak hanya berfokus pada sisi psikologis dan emosional namun perlu diperhatikan juga dari segi fisik, spiritual, lingkungan sosial dan finansial. Seperti menjaga asupan gizi, olahraga rutin, melakukan praktik relaksasi nafas, jurnaling, grounding dan belajar untuk memiliki batasan terhadap hal-hal yang membuat tidak nyaman. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan self-help adalah dengan mengenali tanda-tanda pada diri sendiri jika sudah berlangsung lebih dari 7 hari seperti: sulit konsentrasi, perubahan aktivitas atau kebiasaan sehari-hari yang cukup drastis, tidak menikmati kegiatan yang biasa disukai, dan kewalahan secara emosi. Apabila hal itu dirasakan maka jangan ragu untuk meminta bantuan profesional.
Referensi:
Alberto Durán González Salvagioni, D. A., Melanda, F. N., Mesas, A. E., & Gabani, F. L. (2017). Physical, psychological and occupational consequences of job burnout: A systematic review of prospective studies. Journal Plos One, 12(10).
Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). (2006, April 15). Depression: Learn More – What is burnout? In I. f. (IQWiG), InformedHealth.org. Cologne: Germany: Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). Retrieved from www.ncbi.nlm.nih.gov
Lucock, M., Gillard, S., Adams, K., Simons, L., White, R. and Edwards, C. (2011), Self-care in mental health services: a narrative review. Health & Social Care in the Community, 19: 602-616. https://doi.org/10.1111/j.1365-2524.2011.01014.x
McLeod, S., & Guy-Evans, O. (2023, November 9). What Is The Stress Response. Retrieved from www.simplypsychology.org: https://www.simplypsychology.org/stress-biology.html
ditulis oleh: Yustisia Anugrah Septiani, M.Psi., Psikolog & Siska Hamelia Putri, , M.Psi., Psikolog